SONATA.id - Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi menyatakan, Panja Pembiayaan Pendidikan tengah memperjuangkan pengelolaan anggaran yang lebih baik.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI
Dede Yusuf Macan Effendi saat memimpin Kunjungan Spesifik Panja Pembiayaan
Pendidikan di Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat (5/7/2024). Foto : Ria/Andri
Hal itu sebagaimana amanat dari konstitusi bahwa
terdapat mandatory spending sebesar 20
persen dari APBN dan APBD yang harus dipastikan alokasi, distribusi, dan
pengawasannya yang tepat guna.
Hal itu guna mendukung tercapainya akses, kualitas, dan
relevansi pendidikan demi kemajuan bangsa. Oleh karena itu, pemerintah pusat
dan daerah perlu meluruskan komitmen politik mereka dalam penggunaan anggaran
pendidikan.
“Namun data dari Kemendagri mengatakan dari 34 provinsi
hanya 3 provinsi yang menyiapkan anggaran 20 persen, yang lainnya di bawah 20
persen, bahkan ada beberapa provinsi yang hanya mengalokasikan 3 persen dari
APBD untuk pendidikan. Hal ini menyebabkan kualitas masyarakat di provinsi
tersebut rendah. Ini tanggung jawab kita bersama mendorong peningkatan kualitas
pendidikan di Indonesia,” ungkap Dede saat memimpin Kunjungan Spesifik Panja
Pembiayaan Pendidikan di Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat (5/7/2024).
Selain mandatory spending 20
persen, pemerintah pusat juga mengalokasikan 52 persen ke daerah melalui
transfer Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik, dan DAK
non-fisik.
“Tahun 2024, alokasi anggaran pendidikan mencapai 665
triliun rupiah. Dari jumlah tersebut, sekitar 52 persen (Rp346,5 triliun)
dialokasikan ke daerah melalui DAU dan DAK, tetapi Kemendikbud tidak memiliki
data tentang penggunaan dana tersebut. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa
meskipun ada anggaran mungkin penempatannya tidak tepat,” tuturnya.
Dede mengaku mendapat laporan tentang penggunaan anggaran
pendidikan di daerah yang malah digunakan untuk perbaikan jalan dan jembatan
yang disebut sebagai sarana penunjang pendidikan. Sehingga, nomenklatur dan
tujuan anggaran menjadi banyak dan rancu yang berdampak pada output-nya tidak jelas.
“Hal ini harus diaudit karena peruntukan anggaran
pendidikan harus jelas. Tujuan dari anggaran pendidikan bukanlah untuk
membangun infrastruktur seperti jalan, tetapi untuk memastikan siswa menjadi
cerdas dan paham, serta melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya dan
meningkatkan grade siswa
sesuai dengan perkembangan zaman,” tegas Politisi Fraksi Partai Demokrat ini.
Pengelolaan anggaran pendidikan yang lebih transparan ini
penting karena Indonesia akan memasuki fase bonus demografi. Namun demikian,
masih ada waktu hingga tahun 2040 untuk mengoptimalkan peran dunia pendidikan
guna mendukung penyiapan sumber daya manusia (SDM) unggul dan produktif.
“Kami ingin mengetahui harapan bapak dan ibu agar dalam
merancang anggaran berikutnya kita bisa mendapatkan hasil terbaik. Namun, kami
tidak bisa mengubah pembiayaan pendidikan saat ini. Aspirasi yang bapak dan ibu
sampaikan akan menjadi catatan dan rekomendasi untuk pemerintahan berikutnya,”
tutupnya.(dpr)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar