SONATA.id – Anda pernah beriwisata ke Geopark Silokek? Geopark Silokek meliputi kawasan seluas 130 ribu hektare atau 1.300 kilometer persegi di dua kecamatan yaitu Sumpur Kudus dan Sijunjung, Kabupaten Sijunjung. Kawasan ini merupakan satu dari 66 objek wisata yang dikelola kabupaten, berjuluk Nagari Lansek Manih.
Air Terjun Batang Taye Silokek. (Foto: jadesta.kemenparekraf)
Julukan itu diambil
dari lagu minang berjudul sama dan dipopulerkan oleh Elly Kasim era 1950-an.
Pada salah satu liriknya, penyanyi legendaris Minang itu mengucapkan "Ko
bukan sumbarang lansek, Sijunjuang lanseknyo manih". Lansek atau
langsat adalah buah sejenis duku, dan rasanya manis serta menjadi ikon produk
perkebunan dari Sijunjung.
Jarak Geopark
Silokek sekitar 145 kilometer arah timur Kota Padang, dapat ditempuh selama
empat jam perjalanan darat. Kalau dari Muaro Sijunjung, ibu kota kabupaten,
jaraknya hanya 15 km saja.
Silokek adalah nama
sebuah nagari sejuk bersuhu 23-24 derajat Celcius karena ada di perbukitan,
sekitar 200 meter di atas permukaan laut (mdpl). Luas Nagari Silokek sekitar
1.918 ha dan masuk dalam Kecamatan Sijunjung. Mayoritas penduduknya adalah
petani.
Geopark merupakan gabungan dari dua kata dalam bahasa Inggris, yaitu geologydan park atau
taman geologi dan lazim disebut pula sebagai taman bumi.
Wisata Rest Area Pintu Ngalau Silokek. (Foto: jadesta.kemenparekraf)
Menurut Peraturan
Menteri Energi Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) nomor 31 tahun 2021 tentang
Penetapan Taman Bumi Nasional disebutkan, geopark adalah sebuah wilayah
geografi tunggal atau gabungan, yang memiliki situs warisan geologi (geosite)
dan bentang alam yang bernilai.
Juga terkait aspek
warisan geologi (geoheritage), keragaman geologi (geodiversity),
keanekaragaman hayati (biodiversity), dan keragaman budaya (cultural
diversity).
Taman Bumi Silokek,
memiliki 25 situs keragaman geologi, 12 situs keanekaragaman hayati, dan 17
situs keragaman budaya. Flora di tempat di antaranya padma raksasa raflesia,
bunga bangkai raksasa atau suweg, dan jamur batang bersinar.
Sedangkan faunanya
juga beragam seperti harimau sumatra, tapir, kambing hutan, kucing hutan,
landak, siamang, binturong, dan burung enggang.
Pemandangan alamnya
sungguh mempesona dengan persawahan hijau luas membentang dan pepohonan khas
tropis mencoba menutupi warisan geologi tersembunyi Geopark Silokek, yaitu
bebatuan purba dari masa ratusan juta tahun lampau dan telah melewati tiga era
dalam skala waktu geologi.
Batuan tertua di
sini seperti dikutip dari website resmi Geopark Silokek, terbentuk dari Era
Paleozoikum, tepatnya pada periode Permian (299 juta-252 juta tahun lalu) dan
Carboniferous (359 juta-299 juta tahun lampau).
Pertanian di Silokek dengan latar dinding Karst. (Foto: jadesta.kemenparekraf)
Jenis batuan dari
Era Paleozoikum dan Carboniferous adalah batu gamping, serpih, filit, dan
bawah. Tak hanya itu, karena terdapat pula batuan dari Era Pertengahan dan
terbentuk di masa Triassic hingga Jurassic dengan batuannya berupa metamorf
seperti marmer, batu sabak, granit dan lainnya.
Kemudian ada dari
Era Kenozoikum berupa batuan sedimen yang mengendap di darat dan contohnya
adalah batu bara yang banyak ditemui di sekitar Ombilin. Batu bara di Ombilin
dengan cadangan 200 juta ton mulai ditambang sejak 1892 setelah diteliti oleh
geolog Belanda Hendrik de Greve pada 1867.
Morfologi batuan
purba di Silokek dapat disaksikan berupa tebing karst, dengan kemiringan landai
dan bergelombang pada ketinggian 200-400 mdpl. Sedangkan, daerah dengan
ketinggian 500-600 mdpl adalah puncak dari kawasan bukit karst.
Menurut peneliti
dari Balai Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumbar Desi Widia Kusuma,
punggungan atau bukit-bukit memanjang (elipsoid), ukurannya rata-rata 400-600
meter dan lebar 100-150 meter.
Tepat di bawah
perbukitan dan tebing karst itu mengalir Batang Kuantan, sungai sepanjang 38 km
yang hulunya merupakan pertemuan tiga anak sungai, Batang Ombilin, Batang
Sukam, dan Batang Palangki. (source: indonesiagoid)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar