SONATA.id – Setiap orang dalam kehidupannya, berjalan mengarungi bahtera dunia ini dengan bekal yang telah dipersiapkan sejaka awal oleh orang-orang terdahulu.
Anda menjadi seorang guru, dosen, peneliti, aparatur
negara, semua adalah karena bekal yang dipersiapkan oleh orang tua
masing-masing.
Setiap yang memiliki anak, akan memikirkan bagaimana
nasib anak-anak keturunannya kelak. Bersuah payah mencari rejeki, mengumpulkan
uang, menabung, dan menyisihkan sebagian harta yang diperoleh, ditujukan untuk
persiapan masa depan anak-anak mereka.
Begitu pentingnya masa depan bagi semua orang. Sehingga,
setiap waktu yang dilalui, diisi dengan upaya pencapaian cita-cita, meneruskan
trah keluarga, mencari jalan baik, menuju kebahagiaan dunia.
Semua itu adalah sebuah keniscayaan. Tetapi di lain
pihak, di tengah pergulatan dengan maraknya persaingan duniawi, masih adakah
terpikirkan untuk menyempatkan diri menimba ilmu agama untuk kemudian
diteruskan atau diwariskan kepada generasi yang menjadi tanggungjawab
masing-masing orang tua?
Bila sepanjang hari, sepanjang waktu bahkan ada yang
mengatakan 24 jam sehari semalam terasa kurang karena kesibukannya mencari
rejeki duniawi. Menumpuk harta, memenuhkan pundi-pundi, yang nantinya dengan
kemegahannya akan diwariskan pada anak-anak.
Berapa banyak pula di antara kita para orang tua yang
terlupa menimba ilmu-ilmu agama yang akan diberikan sebagai bekal anak-anak
kelak? Tak jarang, ketika seorang anak bertanya pada orangtuanya tentang
tugas-tugas pelajaran agama di sekolah, kita langsung teringat ustadz tempat
bertanya. Padahal, tanggung jawab utama pendidikan agama terletak di pundak
masing-masing kita, orang tua mereka.
Dalam Al-Quran, Allah berfirman,
وَلْيَخْشَ
الَّذِيْنَ لَوْ تَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعٰفًا خَافُوْا
عَلَيْهِمْۖ فَلْيَتَّقُوا اللّٰهَ وَلْيَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًا
Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka
meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir
terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada
Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar. (Annisa: 9)
Mewariskan agama yang baik, adalah kewajiban para orang
tua kepada anaknya. Bila kita takut anak-anak kelak lemah duniawinya, maka
Allah mengingatkan agar kita juga takut bila kelak mereka lemah dari ilmu
agama.
Lemahnya generasi dari pemahaman agama yang benar, akan
membuat mereka mudah terombang-ambing oleh keadaan dunia. Anak-anak yang lebah
agamanya, akan lebih labil. Saat harus mengambil keputusan suatu ketika nanti
bila mereka telah dewasa, tanpa pemahaman agama yang baik, maka akan mudah
jatuh pada keadaan tanpa acuan, tanpa pedoman.
Lihatlah mereka yang ketika mudanya tak cukup dibekali ilmu
agama, saat rambut di kepala mulai memutih, ingatan untuk kembali pada jalan
Ilahiah mulai terbuka. Namun, pada siapa harus mengadu karena diri tidak cukup
pengetahuan tentang pemahaman agama yang benar?
Sangat bertolak belakang ketika dilihat dalam keseharian,
orang-orang berseliweran dengan gagah dan cantiknya menyandang predikat duniawi
yang tinggi. Tetapi di lain waktu, saat ia harus menundukkan diri dalam ibadah,
ia tak mengerti sama sekali tentang apa yang dilakukannya.
Padahal, para ulama mutaqaddimin telah mengingatkan sejak
awal,
“Siapa yang menginginkan dunia maka hendaklah berilmu. Siapa yang
menginginkan akhirat, maka hendaklah dengan ilmu.Siapa yang menginginkan
keduanya, maka hendaklah dengan ilmu.”
Maka, bersegeralah mempersiapkan ilmu agama untuk diri
sendiri, yang selanjutnya akan diwariskan pada anak-anak kita. Di tangan mereka
yang punya ilmu agama yang baik dan benar, dunia akan dikelolanya dengan baik.
(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar