SONATA.id – Sebagai makhluk yang dibekali dengan beragam kemampuan oleh Sang Pencipta, manusia memiliki kekhasan dibanding makhluk lainnya.
Kemampuan untuk mempelajari sesuatu, menyimpan asupan
pembelajaran yang diterima, dan menggunakannya kembali di saat dibutuhkan,
adalah kelebihan yang diakui oleh siapapun. Sementara makhluk lainnya, tidak
memiliki kemampuan khas sesempurna itu. Kemampuan dan kelebihan ini, merupakan
alat yang tersusun rapi dalam diri manusia, hingga pantas saja bila manusia
dapat mengembangkan segala sesuatu melalui pendalaman dan pengolahan
pikirannya.
Olah pikir yang demikian, serta-merta akan membawa
manusia pada tingkatan yang beragam pula. Tergantung sejauhmana kemampuannya
untuk menimba pengetahuan, mendampingi olah pikir dimaksud, agar menjadi lebih
terasah dan semakin terampil.
Begitu pula dengan kemampuan berkomunikasi, sebagai alat
utama interaksi antar pribadi dalam keseharian hidupnya. Manusia memiliki
kemampuan untuk belajar dan meningkatkan keterampilannya, sehingga semakin
terampil sesesorang berkomunikasi, akan semakin baik pula posisinya di tengah
kelompok atau komunitasnya.
Kemampuan dan keterampilan berkomunikasi ini, secara umum
di tengah masyarakat biasa disebut dengan kemampuan berbahasa. Disebut
demikian, karena dalam berkomunikasi manusia menggunakan bahasa sebagai media
utama. Kasman Darmadi (1996:1) menyatakan, kemampuan berkomunikasi atau
penguasaan bahasa berdasarkan tingkatannya dapat dibagi menjadi beberapa
bagian.
Tingkatan Pertama adalah kemampuan bahasa yang dikenal
dengan sebutan kemampuan menyimak (listening competence). Pada bagian ini,
seorang manusia akan belajar tentang bagaimana memahami dan mengerti bahasa
yang digunakan oleh lawan bicara.
Terdengar sangat mudah memang, hanya sebuah kompetensi
dasar yang dapat dimiliki siapapun yang memiliki indera pendengaran. Namun akan
menjadi masalah besar dalam keseharian, bila seorang manusia tidak menggunakan
kemampuan menyimak ini dengan baik dan benar. Betapa banyak kita lihat dan
perhatikan, kejadian-kejadian yang berawal dari salah dengar, yang berakibat
pada salahnya informasi yang diterima lalu diteruskan kepada pihak lain secara
serampangan.
Kemampuan ini tentunya harus didukung oleh kemampuan
dasar lainnya, yakni seorang manusia diharuskan mengerti pola penyampaian pesan
sebagai inti kegiatan komunikasi yang dilakukan. Muatan komunikasi atau yang
disebut dengan pesan dalam ilmu komunikasi, adalah tujuan akhir dari proses
komunikasi itu sendiri. Bila pola penyampaian pesan yang baik dan tepat
diterima oleh manusia yang menyimaknya, maka akan baiklah hasil dari proses
ini.
Kompetensi kedua, adalah kemampuan berbahasa verbal atau
disebut dengan kemampuan berbicara (speaking competence). Kemampuan ini
hampir sama dengan menyimak, karena setiap manusia dalam berkomunikasi akan
melalui keduanya dalam satu proses berbahasa. Banyak hal yang diatur dalam
pengetahuan komunikasi bidang ini. Mulai dari benar tidaknya pengucapan, sampai
pada pentingnya pengetahuan terhadap kemampuan penerimaan lawan bicara, agar
proses komunikasi menghasilkan sesuatu yang tepat sesuai tujuan.
Kemampuan membaca (reading competence), merupakan
bagian ketiga dari kemampuan berkomunikasi yang mesti dimiliki oleh setiap
orang. Hal itu dapat dipahami karena tidak semua proses komunikasi dilakukan
secara tatap muka (face to face) oleh subjek dan objek komunikasi.
Adakalanya, proses komunikasi yang dilakukan oleh subjek,
disampaikan melalui media tulis kepada pihak lain. Jadilah si objek yang dituju
sebagai seorang pembaca media tulis. Kemampuan ini pun merupakan kemampuan yang
sangat lazim dalam keseharian, karena setiap manusia belajar untuk membaca
melalui berbagai media.
Sementara itu, kemampuan keempat yang disebut dengan
kemampuan menulis (writing competence), adalah kompetensi dasar
berbahasa yang tidak bisa dikatakan mudah bagi setiap orang, bila dilakukan
tanpa belajar dengan benar dan melakukan upaya praktik yang tepat pula.
Menulis adalah aktivitas menyusun dan merangkai aksara,
frasa, kalimat dan alinea serta dimensi lainnya. Hal itu dilakukan dalam upaya
menjadikan setiap tulisan bermakna dan dapat dipahami para pembaca sebagai
objek yang dituju dalam proses komunikasi tersebut. Menulis adalah menjadikan
rangkai aksara yang tersusun rapi, dapat dipahami hingga menjadi satu kesatuan
yang utuh sebuah tulisan atau narasi.
Arif Suwandi (2007:2) pun setuju dengan pendapat di atas.
Ia mengatakan bahwa menulis adalah adalah proses membuat pendapat dalam bentuk
tulisan.
Lalu, ada pertanyaan penting yang akan akan muncul bagi
setiap orang. Mengapa kita mesti menulis? Mengapa kita harus menguasai
pengetahuan komunikasi melalui tulisan (written communication)?
Jawabannya adalah, bahwa setiap manusia memiliki keinginan untuk menjadi
seorang tokoh yang berprestasi di semua bidang, termasuk berprestasi dan
menjadikan diri sebagai seorang yang diikuti pendapatnya oleh orang lain.
Menjadi seorang yang demikian, tentunya tidak dapat
serta-merta bila hanya dilakukan melalui keterampilan dan kemampuan berbicara.
Banyak orang yang dikenang pembicaraannya, namun berapa lama pembicaraan itu
mampu disimpan oleh manusia? Berapa lama file rekaman suara
akan tetap baik dan terjamin keasliannya, untuk seterusnya menjadi acuan bagi
generasi mendatang? Bermunculan pertanyaan seperti ini, dikarenakan begitu
pentingnya pesan-pesan itu tersimpan dengan baik dan dapat dijadikan inspirasi
bagi orang sesudahnya.
Maka, menulis adalah jawaban satu-satunya yang dapat
menjamin keberlangsungan pesan-pesan penting kehidupan manusia dari masa ke
masa. Tidak dapat dipungkiri, saat ini manusia belajar dari masa lalu adalah
melalui tulisan yang ditinggalkan para pegiat ilmu pengetahuan, yang entah
dimana dan seperti apa keberadaanya. Tapi tulisannya yang merupakan
keterampilan olah pikir mereka, dapat dijadikan rujukan untuk berbagai
kepentingan berpuluh bahkan beratus tahun kemudian.
Kini semakin maju peradaban, semakin tinggi pula
kebutuhan manusia untuk terus menulis. Apapun strata pendidikan yang ada di
belahan dunia ini, mengutamakan keterampilan menulis sebagai puncak
pembelajarannya.
Sederet nama orang besar di dunia ini, dikenal melalui
tulisan yang ditinggalkannya. Para pujangga yang dikenang akan kemampuannya
mengaduk-aduk rasa manusia, hanya karena sebuah tulisan yang hingga kini
disimpan banyak orang, bahkan dilombakan dalam bentuk membaca.
Begitu pentingnya menulis, hingga melahirkan pameo “scipta
manent, verba volant” yang memberikan makna bahwa setiap tulisan akan
abadi, sementara pembicaraan dapat hilang hanya karena hembusan angin.
Berangkat dari hal demikian, banyak orang yang
memperjuangkan dan menyisihkan waktunya untuk terus menulis. Hanya karena
keinginan untuk menyediakan ruang bagi transformasi olah pikirnya pada manusia
lain, baik di waktu yang sama, maupun untuk waktu yang bisa jadi jauh ke depan.
Banyak pula orang yang memutuskan untuk menulis setiap
waktu, dan mempersempit ruang bicara. Hanya karena ingin pemikirannya dikenal
dan dibicarakan di saat ia tidak lagi hidup di zamannya. Dan selain alasan
tersebut, pentingnya membina keterampilan menulis memiliki alasan-alasan lain
yang sangat positif dan dapat dijadikan motivasi bagi setiap orang.
Pertama, aktivitas menulis adalah sarana bagi setiap
individu untuk menemukan sesuatu yang berbeda dari orang lain. Dengan menulis,
rangsangan pemikiran akan melahirkan ide baru, yang bisa jadi dapat direferensi
banyak pihak ketika membacanya di kemudian hari. Kedua, melalui menulis
tercipta kebebasan berpikir. Hal ini sangat penting karena setiap manusia ingin
bebas mengeluarkan pendapat dan ide yang menjadi hak dasarnya. Melalui kegiatan
menulis, semua itu terwadahi dengan tepat.
Ketiga, kegiatan menulis dapat dijadikan ruang ekspresi
untuk melatih diri menjadi lebih objektif dalam memandang sebuah persoalan. Ini
ditandai dengan banyaknya orang yang mengutamakan menulis sebagai alat untuk
memecahkan masalah yang ada dalam kesehariannya. Mereka lakukan dengan
menuliskan kerangka pikir serta mencarikan solusi ibarat sebuah rumus
matematika. Dan keempat, melalui pembiasaan menulis, terbinanya pengembangan
ilmu pengetahuan merupakan hal terpenting dari semua alasan yang ada.
Dengan begitu banyaknya keunggulan writing
competence, kini banyak orang yang terus belajar bagaimana menjadi penulis
yang baik. Menjadi penyampai informasi tidak langsung (indirect communicator)
untuk beragam kepentingan. Maka dari itu, menulislah.
(Opini ini telah terbit dalam bentuk buku
dengan judul Langkah Mudah Menjadi Penulis karya Nova Indra)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar