Writing Competence, Membuka Ruang Kebebasan - Sonata | Moving for Education

Breaking

Post Top Ad


Post Top Ad

Selasa, 07 November 2023

Writing Competence, Membuka Ruang Kebebasan


SONATA
.id
– Sebagai makhluk yang dibekali dengan beragam kemampuan oleh Sang Pencipta, manusia memiliki kekhasan dibanding makhluk lainnya.

 

Kemampuan untuk mempelajari sesuatu, menyimpan asupan pembelajaran yang diterima, dan menggunakannya kembali di saat dibutuhkan, adalah kelebihan yang diakui oleh siapapun. Sementara makhluk lainnya, tidak memiliki kemampuan khas sesempurna itu. Kemampuan dan kelebihan ini, merupakan alat yang tersusun rapi dalam diri manusia, hingga pantas saja bila manusia dapat mengembangkan segala sesuatu melalui pendalaman dan pengolahan pikirannya.

 

Olah pikir yang demikian, serta-merta akan membawa manusia pada tingkatan yang beragam pula. Tergantung sejauhmana kemampuannya untuk menimba pengetahuan, mendampingi olah pikir dimaksud, agar menjadi lebih terasah dan semakin terampil.

 

Begitu pula dengan kemampuan berkomunikasi, sebagai alat utama interaksi antar pribadi dalam keseharian hidupnya. Manusia memiliki kemampuan untuk belajar dan meningkatkan keterampilannya, sehingga semakin terampil sesesorang berkomunikasi, akan semakin baik pula posisinya di tengah kelompok atau komunitasnya.

 

Kemampuan dan keterampilan berkomunikasi ini, secara umum di tengah masyarakat biasa disebut dengan kemampuan berbahasa. Disebut demikian, karena dalam berkomunikasi manusia menggunakan bahasa sebagai media utama. Kasman Darmadi (1996:1) menyatakan, kemampuan berkomunikasi atau penguasaan bahasa berdasarkan tingkatannya dapat dibagi menjadi beberapa bagian.

 

Tingkatan Pertama adalah kemampuan bahasa yang dikenal dengan sebutan kemampuan menyimak (listening competence). Pada bagian ini, seorang manusia akan belajar tentang bagaimana memahami dan mengerti bahasa yang digunakan oleh lawan bicara.

 

Terdengar sangat mudah memang, hanya sebuah kompetensi dasar yang dapat dimiliki siapapun yang memiliki indera pendengaran. Namun akan menjadi masalah besar dalam keseharian, bila seorang manusia tidak menggunakan kemampuan menyimak ini dengan baik dan benar. Betapa banyak kita lihat dan perhatikan, kejadian-kejadian yang berawal dari salah dengar, yang berakibat pada salahnya informasi yang diterima lalu diteruskan kepada pihak lain secara serampangan.

 

Kemampuan ini tentunya harus didukung oleh kemampuan dasar lainnya, yakni seorang manusia diharuskan mengerti pola penyampaian pesan sebagai inti kegiatan komunikasi yang dilakukan. Muatan komunikasi atau yang disebut dengan pesan dalam ilmu komunikasi, adalah tujuan akhir dari proses komunikasi itu sendiri. Bila pola penyampaian pesan yang baik dan tepat diterima oleh manusia yang menyimaknya, maka akan baiklah hasil dari proses ini.

 

Kompetensi kedua, adalah kemampuan berbahasa verbal atau disebut dengan kemampuan berbicara (speaking competence). Kemampuan ini hampir sama dengan menyimak, karena setiap manusia dalam berkomunikasi akan melalui keduanya dalam satu proses berbahasa. Banyak hal yang diatur dalam pengetahuan komunikasi bidang ini. Mulai dari benar tidaknya pengucapan, sampai pada pentingnya pengetahuan terhadap kemampuan penerimaan lawan bicara, agar proses komunikasi menghasilkan sesuatu yang tepat sesuai tujuan.

 

Kemampuan membaca (reading competence), merupakan bagian ketiga dari kemampuan berkomunikasi yang mesti dimiliki oleh setiap orang. Hal itu dapat dipahami karena tidak semua proses komunikasi dilakukan secara tatap muka (face to face) oleh subjek dan objek komunikasi.

 

Adakalanya, proses komunikasi yang dilakukan oleh subjek, disampaikan melalui media tulis kepada pihak lain. Jadilah si objek yang dituju sebagai seorang pembaca media tulis. Kemampuan ini pun merupakan kemampuan yang sangat lazim dalam keseharian, karena setiap manusia belajar untuk membaca melalui berbagai media.

 

Sementara itu, kemampuan keempat yang disebut dengan kemampuan menulis (writing competence), adalah kompetensi dasar berbahasa yang tidak bisa dikatakan mudah bagi setiap orang, bila dilakukan tanpa belajar dengan benar dan melakukan upaya praktik yang tepat pula.

 

Menulis adalah aktivitas menyusun dan merangkai aksara, frasa, kalimat dan alinea serta dimensi lainnya. Hal itu dilakukan dalam upaya menjadikan setiap tulisan bermakna dan dapat dipahami para pembaca sebagai objek yang dituju dalam proses komunikasi tersebut. Menulis adalah menjadikan rangkai aksara yang tersusun rapi, dapat dipahami hingga menjadi satu kesatuan yang utuh sebuah tulisan atau narasi.

 

Arif Suwandi (2007:2) pun setuju dengan pendapat di atas. Ia mengatakan bahwa menulis adalah adalah proses membuat pendapat dalam bentuk tulisan.

 

Lalu, ada pertanyaan penting yang akan akan muncul bagi  setiap orang. Mengapa kita mesti menulis? Mengapa kita harus menguasai pengetahuan komunikasi melalui tulisan (written communication)? Jawabannya adalah, bahwa setiap manusia memiliki keinginan untuk menjadi seorang tokoh yang berprestasi di semua bidang, termasuk berprestasi dan menjadikan diri sebagai seorang yang diikuti pendapatnya oleh orang lain.

 

Menjadi seorang yang demikian, tentunya tidak dapat serta-merta bila hanya dilakukan melalui keterampilan dan kemampuan berbicara. Banyak orang yang dikenang pembicaraannya, namun berapa lama pembicaraan itu mampu disimpan oleh manusia? Berapa lama file rekaman suara akan tetap baik dan terjamin keasliannya, untuk seterusnya menjadi acuan bagi generasi mendatang? Bermunculan pertanyaan seperti ini, dikarenakan begitu pentingnya pesan-pesan itu tersimpan dengan baik dan dapat dijadikan inspirasi bagi orang sesudahnya.

 

Maka, menulis adalah jawaban satu-satunya yang dapat menjamin keberlangsungan pesan-pesan penting kehidupan manusia dari masa ke masa. Tidak dapat dipungkiri, saat ini manusia belajar dari masa lalu adalah melalui tulisan yang ditinggalkan para pegiat ilmu pengetahuan, yang entah dimana dan seperti apa keberadaanya. Tapi tulisannya yang merupakan keterampilan olah pikir mereka, dapat dijadikan rujukan untuk berbagai kepentingan berpuluh bahkan beratus tahun kemudian.

 

Kini semakin maju peradaban, semakin tinggi pula kebutuhan manusia untuk terus menulis. Apapun strata pendidikan yang ada di belahan dunia ini, mengutamakan keterampilan menulis sebagai puncak pembelajarannya.

 

Sederet nama orang besar di dunia ini, dikenal melalui tulisan yang ditinggalkannya. Para pujangga yang dikenang akan kemampuannya mengaduk-aduk rasa manusia, hanya karena sebuah tulisan yang hingga kini disimpan banyak orang, bahkan dilombakan dalam bentuk membaca.

 

Begitu pentingnya menulis, hingga melahirkan pameo “scipta manent, verba volant” yang memberikan makna bahwa setiap tulisan akan abadi, sementara pembicaraan dapat hilang hanya karena hembusan angin.

 

Berangkat dari hal demikian, banyak orang yang memperjuangkan dan menyisihkan waktunya untuk terus menulis. Hanya karena keinginan untuk menyediakan ruang bagi transformasi olah pikirnya pada manusia lain, baik di waktu yang sama, maupun untuk waktu yang bisa jadi jauh ke depan.

 

Banyak pula orang yang memutuskan untuk menulis setiap waktu, dan mempersempit ruang bicara. Hanya karena ingin pemikirannya dikenal dan dibicarakan di saat ia tidak lagi hidup di zamannya. Dan selain alasan tersebut, pentingnya membina keterampilan menulis memiliki alasan-alasan lain yang sangat positif dan dapat dijadikan motivasi bagi setiap orang.

 

Pertama, aktivitas menulis adalah sarana bagi setiap individu untuk menemukan sesuatu yang berbeda dari orang lain. Dengan menulis, rangsangan pemikiran akan melahirkan ide baru, yang bisa jadi dapat direferensi banyak pihak ketika membacanya di kemudian hari. Kedua, melalui menulis tercipta kebebasan berpikir. Hal ini sangat penting karena setiap manusia ingin bebas mengeluarkan pendapat dan ide yang menjadi hak dasarnya. Melalui kegiatan menulis, semua itu terwadahi dengan tepat.

 

Ketiga, kegiatan menulis dapat dijadikan ruang ekspresi untuk melatih diri menjadi lebih objektif dalam memandang sebuah persoalan. Ini ditandai dengan banyaknya orang yang mengutamakan menulis sebagai alat untuk memecahkan masalah yang ada dalam kesehariannya. Mereka lakukan dengan menuliskan kerangka pikir serta mencarikan solusi ibarat sebuah rumus matematika. Dan keempat, melalui pembiasaan menulis, terbinanya pengembangan ilmu pengetahuan merupakan hal terpenting dari semua alasan yang ada.

 

Dengan begitu banyaknya keunggulan writing competence, kini banyak orang yang terus belajar bagaimana menjadi penulis yang baik. Menjadi penyampai informasi tidak langsung (indirect communicator) untuk beragam kepentingan. Maka dari itu, menulislah.

(Opini ini telah terbit dalam bentuk buku dengan judul Langkah Mudah Menjadi Penulis karya Nova Indra)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad