SONATA.id – Ingin lagi kutuliskan surat untukmu, kekasih. Entah karena aku melihat langitmu kelam tanpa cahaya yang menerangi jalan, atau karena rinduku telah tiba di muara.
Satu hal yang harus kau tahu, cinta bukanlah sesuatu yang
dapat datang dan pergi begitu saja. Ia tidak seperti burung yang terbang dari
sarangnya, lalu hinggap sejenak melepas lelah dan dahaga, untuk kemudian
kembali mengepakkan sayap entah menuju arah mana.
Cinta itu seperti udara yang dihirup setiap yang
bernyawa, memenuhi rongga dada sejak terlahir ke dunia. Tak akan sekalipun
manusia berhenti bernafas, kecuali saat ajalnya telah tiba.
Begitulah cinta ketika berdiam dalam hati. Ia tak akan
pergi, kecuali Pemilik Ruh mencengkeramnya untuk kembali diambil dan dijauhkan
dari manusia. Dan aku, hingga kini, terus bersyukur mendapati cinta dalam
diriku yang bukan siapa-siapa.
Cinta tidak untuk diperdebatkan, atau karenanya kita
tidak perlu mencari sesuatu yang menyamainya lalu membandingkan mana yang lebih
baik. Cinta tidak demikian, karena ia bukan ukuran yang dapat kau sandingkan
dengan keseharian.
Bukankah kau setuju, bahwa kita tak perlu berteori
tentang apa yang ada dalam hati? Namun perlu kau tahu, hidup ini adalah
persoalan matematis, sekalipun tentang perasaan. Walaupun tidak akan sama
dengan rumus-rumus perkalian yang kau ajarkan, tapi ia tetap memiliki hitungan.
Perjalananku kini, telah tiba di kemungkinan-kemungkinan
yang harus dihadapi. Seperti cengkerama kita pada setiap waktu luang, tentang
ide dan gagasan untuk sesuatu yang kita berdua intens memikirkan.
Kau dan aku, memang berlainan dalam keadaan. Tapi cinta
telah menyatukan pikiran dan keinginan. Di antara itu, terselip waktu yang
terus saja berlari di depan.
“Kita jalani saja, melangkah bersama. Jangan berjalan
terlalu cepat di depanku, agar aku tetap bisa bersisian denganmu. Jangan kejauhan
menatap masa yang ada di hadapan, itu membuatku tidak dapat lagi menjangkaumu,
dan pasti saja suatu ketika di antara kita akan ada di jarak yang mungkin saja
memisahkan.”
Begitu katamu suatu ketika saat kita cengkeramai malam
yang kian larut. Dan aku, memahami maksudmu, berusaha mencerna setiap kata yang
kutahu kau tuliskan dengan sangat hati-hati.
Kekasihku, sejak kau menjadi bentangan dunia terluas
dalam hidupku, aku telah mengerti suatu hal. Tidak setiap harap akan terjawab,
tidak setiap keinginan akan tiba pada rupa yang dikehendaki. Tapi di mana
posisi cinta? Di mana ia akan kusembunyikan dari tatapan manusia?
Percayalah, ini bukan hanya tentangku, tapi juga
tentangmu. Tentang hidup yang kita jalani, hidup yang di dalamnya kini ada kau
dan aku. Aku menceritakan seluruh isi pikiran, tentang rinduku pada bahagia,
pada kebersamaan. Tetapi, bila di dalamnya tidak ada namamu, aku tidak lagi
membutuhkan segala kebaikan dunia di pelupuk mataku.
Dan, ketahuilah! Cinta tidaklah untuk menjeratmu menuju
kehancuran, karena ia adalah Asma dari Pemilik Kuasa seluruh alam. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar