SONATA.id –Lelah. Kita mulai lelah dengan seluruh keadaan ini. Walau kutahu, untuk memperjuangkan suatu keyakinan perlu kesabaran dengan tekad bulat. Aku menyanggupinya, namun sebagai manusia biasa, lelah kadang juga menyelimuti kita berdua.
Bukan ingin menyitir teori kehidupan, tetapi bila semua
kemungkinan tidak lagi terlihat di ujung perjalanan, langkah pun akan sia-sia
saja. Dan aku di sini, tengah membuang masa yang tak kutahu bila akhirnya. Walau
begitu, aku tetap akan ada untukmu.
Perjalanan ini telah basah oleh air mata. Beribu pertanyaan,
telah pula terjawab biarpun tidak dengan kata-kata. Tapi satu pertanyaan yang
tak akan pernah terjawab oleh kita, sampai kapan kita bertahan?
Kekasih, dalam surat-suratku yang telah kau baca,
kupastikan hatimu memahami. Tentang cinta yang tidak akan tergantikan oleh
apapun. Cinta yang kuyakini merupakan pemberian Tuhan untuk sesuatu yang lebih
baik. Entah bagaimana pendapatmu, aku pun tidak pernah tahu.
Bila dalam dirimu masih ada keraguan, aku pun mengerti.
Karena tanganmu masih digenggam oleh perjanjian yang juga kau lakukan di
hadapanNya. Bukan sepertiku, yang hadir tanpa ikatan, ibarat pinangan tanpa
seserahan.
Kini, aku memilih untuk melakukan apapun demi kebaikanmu.
Walau kutahu, untuk bisa bersamamu melayari hidup pada masa-masa berikutnya,
adalah sesuatu yang nisbi. Percayalah, aku mencintaimu karena Allah. Dan
tersebab itu, aku ingin mensyukurinya dengan caraku sendiri. Agar cinta ini
memberi manfaat untuk orang yang aku sayangi.
Kau pun tahu, aku bukanlah siapa-siapa, aku menjalani
hidup tanpa dusta, termasuk rasa cinta yang ada di hati. Aku pernah melalui kemasyhuran,
pernah mencicipi kekayaan dunia, tapi tidak dengan cinta. Aku telah gagal menjadi manusia
seutuhnya. Manusia yang memiliki orang yang dicintai, tempat pulang untuk
memanjakan hati. Aku hanyalah belulang berbalut daging yang tak pernah disentuh
kasih sayang dari seorag perempuan.
Bila suatu masa nanti, takdir menyertakan namaku dalam
hidupmu, kita akan bersamai dunia dengan gelak tawa. Kita akan arungi badai
hidup dengan tetap saling genggam menguatkan. Itulah harapan takdir yang
kuinginkan.
Namun, bila takdir telah memilihkan jalan untuk sebuah
persimpangan, aku tidak akan memilih meneruskan langkah. Aku akan berhenti di
titik yang sama. Di mana jiwaku tetap untukmu, walau kita bukan lagi sepasang
kekasih yang bisa memadu rindu dalam dekapan.
Percayalah, setiap kalimatku adalah kesungguhan. Setiap ucapanku, datang dari kedalaman hati, yang setiap saat menyebut namamu karena rindu. (*/ilustrasi: iStockPhoto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar