Filosofi Silat: Di Laia Mancari Kawan, di Batin Mancari Tuhan - Sonata | Moving for Education

Breaking

Post Top Ad


Post Top Ad

Minggu, 26 November 2023

Filosofi Silat: Di Laia Mancari Kawan, di Batin Mancari Tuhan


SONATA
.id
--Menguasai beragam gerak dan pola langkah silat di daerah Minangkabau, baik gerakan lahiriah maupun pengisian batin, bagi pebelajar silat bukanlah sebuah akhir dari prosesi menuntut ilmu. Mendalami dan mencermati setiap keilmuan yang terkandung dalam falsafah yang disampaikan oleh Tuo Silek, adalah sebuah perjalanan panjang yang mengisi kesehariannya.

 

Melalui falsafah dan kajiannya tentang prinsip kehidupan yang tergambar dalam gerak dan pola langkah silat, nilai-nilai kehidupan berkembang dengan tingkatan-tingkatannya. Pesilat secara bertahap menggunakan setiap norma tersebut dalam bentuk kehidupan nyata.

 

Sebagai bagian dari masyarakat sosial yang dinamis, seluruh sendi-sendi kehidupan yang makin hari makin berkembang dengan segala dimensinya ikut diperhatikan. Pesilat adalah warga yang cerdas memilih, pandai menilai setiap kondisi dan keadaan, serta mampu menyelaraskannya dengan kebutuhan sistim sosial yang ia ada di dalamnya.

 

Keberadaan seorang tokoh silat, yang secara lahiriah telah mengetahui makna diri dan lingkungan, menjadi poros penentu setiap dinamika yang terjadi. Dengan segala kepiawaiannya memainkan langkah ibarat bersilat, ia akan menjalani kehidupan yang senantiasa beriringan dengan kepentingan bersama dalam lindungan kebaikan.

 

Itulah kiranya yang dimaksud dengan pemahaman silat Minangkabau, di laia mancari kawan (konsep lahiriah mencari kawan).  Seorang pesilat tidak akan pernah merusak sistim lingkungan sosialnya.

 

Membangun silaturrahmi dengan semua orang, bertutur kata sopan dan selalu berjalan dalam kebenaran, akan membawanya pada posisi sebagai panutan masyarakat. Tampil sebagai sosok yang elegan dan anggun di setiap langkah kehidupan, murah senyum dan menjadi orang yang disenangi dalam bergaul, merupakan pengejawantahan setiap gerak dan langkah silat yang menyatu dalam dirinya.

 

Seorang pesilat yang terjaga dari segala perbuatan buruk, bajalan luruih bakato bana, merupakan kepribadian yang mengisi setiap aktivitasnya. Muluik manih kucindan murah terpampang begitu tulus dari diri yang diisi dengan kajian-kajian kebaikan bagi sesama.

 

Pandai menempatkan diri di segala situasi, menjadikannya tokoh yang disegani dan selalu dinanti. Kehadirannya membawa kebaikan bagi semua kalangan. Pesilat yang telah sampai pada maqam ini dikenal dengan orang yang tau di kato nan ampek (kata yang empat), kato mandata, kato malereng, kato mandaki dan kato manurun.

 

Keterampilannya bersilat juga turut membawa dirinya terampil menggunakan kata dan kalimat. Karena makna yang terkandung dalam silat di dalaminya, merupakan aktivitas komunikasi antar pribadi dan lingkungan.

 

Begitu pula ketika persoalan kehidupan yang jamak ditemui dan mendera dirinya, pesilat akan memahami dan mampu menilai sejauhmana semua itu akan berdampak pada diri dan masyarakatnya. Pandai mencari solusi, cerdas memecahkan masalah, merupakan bentuk nyata dari komunikasi dua arah (reciprocal communication), layaknya ia sedang berhadapan dengan lawan.

 

Secara nyata, seluruh prinsip hablumminannas bagi seorang pesilat adalah muatan utama yang dialirkannya melalui konsep dan prinsip alua jo patuik. Prinsip yang juga didalaminya untuk menentukan langkah dan posisi yang mesti diambil dalam bersilat.

 

Perkembangan hubungan antar manusia dalam konsep inilah yang akhirnya turut melahirkan sistim beladiri secara terbuka. Beladiri yang dikenal dengan istilah mancak atau pancak yang artinya mempertontonkan kepiawaian dan kelihaian memainkan gerakan dan pola langkah silat. Berkembanglah sistim olahraga masyarakat melalui kegiatan ini. Silat masuk ke dalam gerakan beladiri terbuka dan tarian yang ada di Minangkabau.

 

Begitu pula dengan aktivitas pemersatu masyarakat sosial, hadirnya silat dengan segala aktivitasnya seperti Gelanggag Silih Berganti, ikut meramaikan dan mensyiarkan hubungan silaturrahmi. Bertemunya pada pesilat dari berbagai aliran dan peguruan, merupakan wadah pemersatu masyarakat antar daerah. Begitu pula dengan masuknya gerak dan pola langkah silat ke dalam gerak tari daerah, turut memperkaya khazanah budaya.

 

Selain konsep hubungan horizontal dengan sesama manusia, seluruh materi ajaran silat yang didalami seorang pesilat, mengarahkannya pada perbaikan dan upaya pendekatan dengan Sang Pencipta. Inilah yang dimaksud dengan di batin mancari Tuhan. Silat yang dikembangkan di daerah Minangkabau, apapun alirannya, memiliki kajian kebatinan yang diarahkan untuk membangun keyakinan kepada kekuasaan Allah SWT.

 

Melalui kajian pengenalan diri yang begitu sering disampaikan oleh Tuo Silek kepadanya, ia akan semakin mengenal bahwa di luar dirinya, ada Dzat Transenden yang memiliki kekuasan penuh terhadap alam semesta. Pendalaman langkah yang dikenal dengan tagak alif, pitunggua Adam, langkah Muhammad, mengajarkan kepada pesilat, setiap komitmen sebagai makhluk ciptaan Sang Khaliq, mestilah berada dalam jalan kebenaran.

 

Keterampilan bersilat, dipahami sebagai media untuk mengenal Allah yang menciptakan dirinya sebagai makhluk paling mulia. Unsur-unsur penciptaannya yang dikaji begitu seksama, akan memberikan pelajaran tentang konsep alam yang begitu luasnya, merupakan tanda-tanda kebesaran Allah.

 

Konsep ini merupakan pemahaman dari Al-Quran Surat Adz-Dzariyat ayat 56, yang menjelaskan bahwa penciptaan manusia tidak lain hanyalah sebagai makhluk yang diwajibkan beribadah pada Sang Khaliq sebagai penciptanya.

 



“Dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah kepada-Ku..”

 

Bagi pesilat yang mampu mendekatkan dirinya pada Sang Pencipta, dan selalu memperbaiki hubungannya dengan Allah (hablumminallah), dapat memaknai alam dimana ia berada. Ia akan diberikan pemahaman lebih daripada manusia lain tentang tanda dan gerak alam. Petunjuk tentang keberadaannya sebagai khalifah pengelola alam semesta, akan mampu dijalaninya dengan selalu menundukkan diri dalam ruku’ dan sujud pada Allah ‘Azza wajalla.

(Tulisan ini adalah bagian dari buku Membangun Kecerdasan Spiritual; Implementasi Filosofis Beladiri Minangkabau karya Nova Indra)


TONTON VIDEO TERAS LITERASI DI SINI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad