Pembalut Luka, Dibuang Saat Tak Lagi Dibutuhkan - Sonata | Moving for Education

Breaking

Post Top Ad


Post Top Ad

Minggu, 17 September 2023

Pembalut Luka, Dibuang Saat Tak Lagi Dibutuhkan


SONATA.id
– Sepanjang kehidupan ini, tak henti-hentinya setiap manusia melalui ragam masalah. Perjalanan hidup kadang harus melewati terjalnya takdir, dan ada pula yang larut dalam fatamorgana.

 

Semuanya karena persoalan tiap-tiap keputusan yang diambil manusia dalam memilih alur kehidupannya. Tidak ada pihak lain yang salah, tetapi dirinyalah yang mungkin saja tidak piawai menyimak suara alam.

 

Pada tulisan Romantisme Kehidupan kali ini, kita akan bicara tentang jenis manusia yang dalam hidupnya hanya akan terbuang. Hal itu terjadi kadang bukan karena ketidakpekaan terhadap keadaan, tapi bisa pula disebabkan prinsip pada dirinya yang berakibat tidak menguntungkan.

 

Kita menyebutnya, manusia pembalut luka. Pembalut luka, semua orang juga tahu. Kalau di pedesaan yang belum maju, setiap orang mengalami luka terbuka dan berdarah, maka akan dibalut dengan kain perca setelah ditetesi obat atau sejenisnya.

 

Pembalut luka zaman modern beda lagi, dengan segala kemajuan muncul kain kassa, ada pula strip pembalut luka khusus dengan segala merknya. Itulah cara manusia membalut luka terbuka, berdarah dan tak jarang menyebabkan terhenti semua aktivitasnya.

 

Nah, di sini kita tidak akan bicara tentang pembalut luka yang demikian. Biarlah itu menjadi domainnya tenaga kesehatan bila terjadi di sekeliling kita. Di sini, kita mengambil analoginya saja, yang kadang bisa dipahami sebagai sesuatu yang pantas jadi bahan renungan, bahkan oleh mereka yang sedang menjadi manusia pembalut luka.

 

Analoginya, pembalut luka hanya dipakai sementara. Walaupun berganti pembalut, setelah luka mengering maka pembalut akan dibuang begitu saja. Seolah tidak pernah berjasa sebiji zarahpun.


Ketika manusia jenis pembalut luka ini hidup di tengah hiruk pikuknya zaman, akan ada saja masanya ia terbuang setelah berupaya menyembuhkan luka seseorang. Bahkan ia sendiri tidak pernah tahu, ia pembalut ke berapa yang hadir dalam kurun waktu itu.

 

Salahkah ia? Tentu tidak semudah itu mengatakan kalau ia seorang yang bersalah. Ia melakukannya kadang dengan satu tujuan; membalut luka dan menyembuhkan bekasnya.

 

Niat yang tulus itu menjadi alasan mengapa manusia pembalut luka kadang tidak menyadari ia sedang berhadapan dengan siapa. Adakalanya ia membalut luka pemain kawakan yang sudah malang melintang di percaturan zaman.

 

Menyedihkan? Tidak juga. Karena bukan dia yang sebenarnya merugi, tapi sosok yang menyia-nyiakannya dari kehidupan. Karena manusia pembalut luka adalah mereka yang teguh pendirian, berbuat tulus demi kebaikan, plus keinginan membangun harapan untuk bahagia.

 

Pernahkah anda melihat manusia tipe ini? Seorang teman bercerita, ia pernah menyaksikannya. Menurut ceritanya, orang yang disaksikannya itu hanya dinginkan ketika dibutuhkan, dirindukan ketika kesepian, dijadikan tempat pelarian, dijadikan pengisi kekosongan.

 

Dan dari kisah yang diurainya, penulis menyimpulkan, terlalu kejam kehidupan ini bila orang-orang yang menjadikan seseorang sebagai pembalut lukanya saja.

 

Walau tidak ada karma dalam keyakinan penulis, namun setiap perbuatan akan memperoleh ganjaran nyata di dunia, sebelum bertemu Sang Hakim Agung di akhirat nanti. (*/ni)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad