SONATA.id – Menulis opini adalah menyebarluaskan gagasan. Seseorang mentransfer ide dan gagasannya ke ruang publik melalui tulisan. Dia memasuki ranah publik, berusaha memengaruhi publik, dan gagasannya diterima atau diperdebatkan.
Menulis opini sesungguhnya mengasah otak, menajamkan
pikiran, dan menantang munculnya ide-ide baru. Yang juga penting, menulis opini
sama halnya dengan menantang pendapat orang dengan argumentasi yang siap
diperdebatkan.
Menulis opini berarti memberikan wawasan dan pengetahuan
untuk orang lain. Karenanya, menulis opini mestinya dilakukan dengan hati,
kesukacitaan, kegembiraan membagi gagasan serta ilmu pengetahuan.
Hampir semua media massa menyediakan rubrik opini. Topik
yang dimuat beraneka ragam. Bisa soal masalah sosial, politik, agama,
pertanian, perkebunan, kesehatan, pertambangan, hukum, pendidikan dan lain
sebagainya.
Media mengungkapkan gagasan, pun semakin tak terbatas.
Berkembangnya kemajuan teknologi membuat wadah berbagi gagasan semakin luas.
Tidak hanya melalui media massa saja. Ada berbagai cara yang lebih modern,
antara lain blog, dan beragam media sosial yang telah menjadi bagian keseharian
manusia.
Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan Balai
Pustaka mengartikan ”opini” sebagai ”pendapat; ”pikiran,” atau
”pendirian,”
Opini memang bisa diartikan sebagai pandangan seseorang
tentang suatu masalah. Tidak pula sekedar pendapat, tetapi pendapat yang bisa
dipertanggungjawabkan dengan berdasar dalil-dalil ilmiah yang disajikan
dalam bahasa yang lebih populer.
Karena itulah, untuk menulis opini juga dibutuhkan riset.
Riset bertujuan mencari penguat dari argumentasi penulis untuk membangun
gagasannya. Opini inilah yang ditulis dan dituangkan dalam bentuk ”artikel.”
Ada juga bentuk tulisan opini yang disebut ”kolom”.
Tulisan jenis ini bersifat ”lebih cair” dalam hal gaya bahasa dan gaya
penyampaiannya. Penulis kolom biasanya tidak saja mereka yang dikenal memiliki
keahlian dalam bidang yang ditulisnya, tapi juga memiliki style – gaya – yang khas. Itu
sebabnya si penulis disebut ”kolomnis”.
Bagaimana Menjadi Penulis
Opini?
Dengan melihat rangkaian di atas, maka di sini untuk
menulis opini dibutuhkan kompetensi pengetahuan pada bidang atau masalah
tertentu, merumuskan ide atau gagasan yang akan ditulis, membangun dan
mengukuhkan gagasan, memahami teknik menulis, memiliki pengetahuan bahasa, dan
memahami pengetahuan tentang media.
Penulis opini memiliki otoritas bidang yang memang layak
baginya untuk disampaikan kepada masyarakat. Ini bekal utama seorang penulis
opini. Jika ia ahli pertanian, tentu masyarakat akan percaya akan seluk beluk
tanaman yang ditulis daripada yang menulis seorang sarjana hukum. Bila ia
seorang pendidik, maka tulisan-tulisannya berupa opini, akan lebih dipercaya
sebagai bentuk kajian yang tepat. Pengetahuan bidang tertentu ini sangat
penting, terutama untuk ”legitimasi” diri seorang penulis di depan publik.
Ide dan Gagasan
Inilah barang termahal yang dimiliki penulis, siapa pun
penulis itu. Ide bisa tumbuh dari mana pun. Penulis yang terlatih tidak pernah
kehabisan ide untuk menulis opini. Gagasan bisa muncul di mana pun, dan kapan
pun.
Misalnya, seorang penulis membaca sebuah berita tentang
perkembangan dunia pendidikan yang sarat dengan beragam perubahan, seperti
perubahan kurikulum, kebijakan yang kadang tidak populis dari para pemangku
kepentingan, maka si penulis serta merta menjadikannya sebagai ide dan gagasan
opini yang akan ditulis. Berbagai sumber dikumpulkan dan dijadikan referensi
ilmiah untuk mendukung pendapat-pendapat yang diketengahkannya pada
publik. Lalu, lahirlah sebuah argumen baru dari seorang penulis opini.
Argumentasi ini sesungguhnya pasti dimiliki seseorang
jika orang itu memang menulis bidangnya. Ini memang berkaitan dengan nomor 1
(pengetahuan bidang yang dimilikinya). Argumentasi ini menjadi penting karena
di sinilah pembaca akan mengetahui ”kadar” keilmuan seorang penulis opini. Semakin
kuat dan logis argumentasi yang ditampilkannya, maka akan semakin memperkuat
gagasan yang ditulisnya.
Teknik Penulisan Opini
Penulisan opini di media massa berbeda dengan
penulisan di media ilmiah. Pembaca media massa sangat beragam. Karena itu,
penulisan opini di media massa harus memakai bahasa yang komunikatif, tidak
bertele-tele, dan ringkas. Kecenderungan pembaca kini, adalah membaca tulisan
yang tidak panjang, enak dibaca, dan gampang dicerna. Karena itu, seorang
penulis opini, diharapkan mengetahui beberapa bidang seperti berikut:
Pertama,
Pengetahuan Bahasa. Kegagalan penulis opini dari kalangan ilmiah, biasanya
terletak pada penggunaan bahasa. Penulis opini dari latar belakang ilmiah harus
belajar untuk memakai bahasa yang gampang dimengerti masyarakat, sehingga
bahasa yang ditulisnya, efektif, efisien, dan mudah dimengerti.
Jika pun penulis opini ingin menampilkan istilah asing,
ia harus pula mencari padanan dalam bahasa Indonesia. Penulis opini
bahkan tidak usah khawatir untuk menampilkan idiom-idiom bahasa daerah jika
dipandang menarik.
Seorang penulis opini, haruslah keluar dari anggapan
bahwa, setiap pembaca sama tahunya dengan si penulis terhadap topik yang
dibahas. Harus dipahami bahwa pembaca adalah mereka yang berasal dari strata
pendidikan berbeda, latar bahasa yang juga berlainan di setiap daerah, serta
tingkat pemahaman yang tidak sama.
Bahasa yang sederhana, jernih, disampaikan melalui
kalimat-kalimat pendek akan lebih mudah dipahami ketimbang paragraf panjang
penuh istilah ilmiah. Beberapa kata yang tidak efektif bisa dipangkas untuk
menghasilkan tulisan yang padat. Misalnya, ”oleh,” ”yang”, ”untuk”,
adalah,” ”itu,” ”tersebut” dan lainnya.
Kedua,
Pengetahuan Media. Pengetahuan tentang media adalah hal penting yang perlu
diketahui penulis opini agar tulisannya bisa dimuat. Penulis opini, dengan mempelajari
sebuah media publikasi, akan bisa melihat apakah sebuah media memberi perhatian
kepada masalah-masalah yang digeluti sang penulis opini itu atau tidak.
Penulis harus tanggap bentuk tulisan opini yang dituntut
media. Model kritik seperti apa yang disukai redaktur, langsung atau tidak
langsung, keras atau halus. Kenali pula kalender dan artinya. Misalnya, hari
pendidikan bisa dimanfaatkan untuk mengirimkan tulisan tentang masalah faktual
tentang pendidikan, hari air sedunia adalah momentum untuk mengangkat topik
pentingnya pengelolaan sumber air, dan hari bumi adalah momentum penting untuk
membawa topik penggundulan hutan pada rubrik opini.
Ketiga, Mulai
dari Mana? Mulailah menulis dari yang paling mudah: menulis. Just do it, Tulis saja. Seperti belajar
naik sepeda, jatuh-bangun itu biasa. Yang penting adalah mencoba. Penulis opini
mesti membuat judul tulisannya dengan menarik. Judul haruslah memikat. Syarat
untuk judul seperti ini: Tidak Panjang (cukup tiga atau empat kata) dan
memakai kata-kata yang tidak klise, menggugah. Judul tidak mesti dibuat
lebih dulu. Bisa belakangan, setelah tulisannya selesai.
Lalu sampailah pada tahap menyusun alinea pembuka (lead). Lead adalah bagian penting sebuah tulisan. Lead seperti etalase, dia harus
dibuat menarik. Lead adalah kalimat pembuka. Ia seperti kail yang menarik minat
pembaca. Ia seperti lokomotif yang membuat mata dan pikiran pembaca untuk
terus mengikuti kalimat dan buah pemikiran penulis.
Lead harus
menarik, tidak memakai pemikiran yang klise, dan kalimatnya tidak panjang. Lead ini berfungsi untuk membawa
pembaca untuk mengerti masalah apa yang akan dibicarakan oleh penulis
opini. Lead adalah bagian
penting dari alinea pembuka.
Kemudian, masuklah pada isi dari tulisan. Inilah ”inti”
sebuah opini. Di sinilah penulis menuangkan gagasan dan ide-idenya. Dengan
demikian secara ringkas bagian ini berisi gagasan apa yang ditawarkan, tesis
yang dikemukakan, argumentasi kenapa pentingnya gagasan/ide/pemikirannya,
contoh-contoh dengan menampilkan data-data yang relevan dan menunjang, dan
keuntungan dan kerugian jika gagasan itu diterapkan atau tidak diterapkan.
Lalu anda cukup menutup dengan menuliskan alinea
tersendiri. Bagian ini bisa disebut kesimpulan dari tulisan opini. Kendati
penutup, penulis opini tetap harus menganggap ini bagian penting. Untuk
mengulang dan mengingatkan pembaca akan gagasan yang ditawarkannya.
Kendati tiga bagian di atas merupakan hal penting untuk menulis opini, sesungguhnya tetap saja diperlukan panduan agar tiga hal itu menjadi kesatuan yang enak untuk dibaca. Untuk ini dibutuhkan apa yang disebut kerangka atau outline. Outline adalah semacam alur yang dibuat dengan mencantumkan segala hal yang direncanakan akan dituangkan pada sebuah opini.
Outline ini juga untuk
mengingatkan penulis agar tetap fokus atau tidak lupa pada hal-hal yang sejak
awal ia tetapkan untuk ditulis. Outline bentuknya adalah pointer-pointer, serta kemudian
dikembangkan sesuai ide dan gagasan dari penulis. (*)
*Nova Indra (penulis buku Langkah Mudah Menjadi
Penulis)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar