SONATA.id – Hari Guru, diperingati secara nasional setiap tanggal 25 Nopember. Peringatan yang harus dimaknai dengan sesuatu yang lebih positif, bukan sekadar berbagi bunga, bukan pula hanya makan bersama.
Sejak pandemi
Covid-19 menyerang setiap sendi kehidupan masyarakat global tiga tahun silam,
dunia pendidikan Indonesia hampir saja ambruk. Pembelajaran daring menjadi
pilihan, di saat mana hal itu baru pertama kali dijalankan oleh para pendidik
di negeri ini.
Ketika itu, banyak
guru yang menyatakan lelah. Bahkan dengan alasan siswa telah rindu bertemu dan
belajar di kelas tatap muka, berupaya menyuarakan kembalinya pembelajaran
seperti semula. Benarkah metode daring menjemukan? Tentu saja tidak. Karena
pola dan sistem pendidikan harus diramu dengan beragam motede.
Tidakkah kita
sadari, metode tatap muka juga menjemukan bagi siswa ketika guru hanya bisa
memberi tugas, menyalin buku sumber, dan kadang mungkin pernah melihat guru di
depan kelas bermain gadget? Semua bisa sama-sama menjemukan,
membuat jenuh dan tidak menghasilkan kualitas pembelajaran yang diharapkan.
Menuju hari guru
tahun ini, semua orang berharap pendidik generasi bangsa tampil dengan ‘gagah’
dan menjanjikan perbaikan. Jaminan kualitas generasi ada di tangan pendidik,
bukan hanya pengetahuan tapi juga pembinaan karakter yang menjadi unsur utama
terciptanya manusia seutuhnya, sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri.
Untuk menghasilkan
kualitas generasi, guru di zaman ini harus lebih kreatif. Kreativitas adalah
orisinalitas, artinya bahwa produk, proses, atau personnya, mampu menciptakan
sesuatu yang belum diciptakan oleh orang lain. Kreativitas juga dapat
dispesifikkan dalam dunia pendidikan, yang disebut oleh Torrance dan Goff
(1990) sebagai kreativitas akademik (academic creativity).
Kreativitas
akademik ini menjelaskan cara berpikir guru dalam mendidik dan memproduksi
informasi. Sehingga dalam prosesnya, munculnya penalaran (thinking),
kecakapan (skills), dan motivasi (motivation) akan berkembang
secara berimbang dalam diri seorang siswa.
Begitu pula dengan
kemampuan inovasi, bagi guru adalah kewajiban bila tidak ingin semua aktivitas
mengajar yang diampunya runtuh dan sampai menyentuh titik membosankan. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, inovasi dipahami sebagai penemuan baru yang
berbeda dari yang telah ada, atau yang suah dikenal sebelumnya, misalnya berupa
gagasan, metode dan alat. Inovasi adalah sebuah ide, yang mengintrodusir suatu
gagasan baru.
Jadi, antara
kreativitas dan dan inovasi, memiliki titik singgung yang sedemikian rupa akan
menjadi bukti kepiawaian seorang guru sebagai pendidik mengampu tugas-tugas
mulianya. Semakin piawai seorang guru dalam memainkan perannya sebagai sosok
yang terampil memainkan kreativitas dan inovasi, dapat dipastikan perubahan
mendasar bagi pengembangan kualitas peserta didiknya akan terlihat dengan
jelas.
Mendidik dan menjadi
guru, adalah tanggungjawab mulia yang diemban. Membangun kekuatan jatidiri
guru, perlu pula dilakukan. Bukan hanya persoalan kecerdasan untuk mentransformasi
pengetahuan semata.
Lebih jauh dari
itu, semua pendidik harus jujur pada dirinya, tentang kompetensi, tentang
kesiapan untuk terus berkembang dan mengembangkan diri. Selamat mempersiapkan
Hari Guru Nasional 2023. Jayal pendidikan menuju Indonesia Emas. (*)
Penulis:
Nova Indra (CEO Pusat Pengkajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar